Kisah inspirasi Cinta dari Alm. Uje(Ustadz Jefri Al Buchori) dan Istrinya Pipik
Dian Irawati ini sangat menggugah rasa jiwa dan hati kita. bagaimana
tidak, seorang mantan pecandu narkoba yang kini telah terkenal akibat
ceramahnya yang unik dan kisah cintanya bersama sang istri sangat manis
yang membuat pembaca sekalian akan merasakan betapa indahnya cinta itu
apabila berada di jalan Tuhan. Nah berikut ini adalah Kisah Inspiratif cinta dari Almarhum Ustadz Jefri Al Buchori bersama istrinya.
Siapa yang tahu kalau ustadz kondangan ini ternyata dulunya adalah
pecandu narkoba dan terkenal nakal dimasa mudanya. Perjalanan hidup
jefri sebelum menjadi ustadz sungguh dahsyat bergejolak dan masuk
kedalam lembah kehidupan yang hitam. Ibaratnya adalah beliau masih belum
mengetahui akan nikmatnya cinta yang sebenarnya.
Perjalanan hidup jefri mulai dari dunia malam, menjadi artis, hingga
mengenal obat-obatan terlarang ternyata mengantarkannya menjadi
inspirator negeri. Sehingga tak bisa kita pungkiri sekarang beredar kata
motivasi “Carilah Pasangan yang Sudah Nakal, Bukan Pasangan yang Baru
Nakal”. Kata ini tepat sekali mengungkapkan bahwasanya hidup itu penuh
dengan perubahan yang manis dan indah. Berikut tuturan indah cinta sang ustadz.
Menemukan Bidari Tercantik
Setelah berkali-kali jatuh-bangun, akhirnya Jeffry kembali dekat pada
agama. Kasih sayang kekasih yang akhirnya menjadi istri ikut menjadi
pembangkit semangatnya. Perjuangannya menjadi ustaz cukup berat sampai
akhirnya ia sukses jadi penceramah. Sepulang umrah, aku mencoba hidup
lurus. Namun, lagi-lagi aku tergoda. Suatu malam, aku dan teman-teman
berencana nonton jazz di Ancol. Aku memperingatkan mereka untuk tidak
bawa narkoba, karena kami sudah sepakat untuk berhenti memakai.
Ternyata, salah satu temanku masih saja membawa cimeng. Apesnya, kami
dirazia polisi di depan Hailai.
Teman-temanku yang lain kabur. Tinggallah aku, temanku yang membawa
cimeng, dan satu teman lain. Aku sulit kabur karena mobil yang kami
pakai adalah mobilku. Akhirnya kami bertiga dibawa ke kantor polisi dan
ditahan. Aku dilepas karena tak terbukti membawa. Kucoba telepon Umi
untuk menjelaskan masalah ini, tapi Umi tak mau menerima teleponku.
Si penerima telepon malah diminta Umi untuk mengatakan, beliau tak punya
anak bernama Jeffry. Hatiku tercabik-cabik. Pedih rasanya tak diakui
sebagai anak oleh Umi. Kuakui, pastilah hati Umi sudah sedemikian
sakitnya. Bayangkan, aku yang sebelumnya sudah mengaku bertobat, malah
kembali memilih jalan yang salah.
Meski aku sudah bersumpah demi Tuhan tidak memakai narkoba lagi, Umi tak
percaya lagi. Itulah puncak kemarahan Umi. Sungguh bersyukur, Allah
masih berkenan menolongku. Datang seorang gadis cantik dalam hidupku. Ia
mau menerimaku apa adanya. Sebelumnya, banyak gadis meninggalkanku
sehingga aku merasa sebatang kara dalam cinta. Gadis bernama Pipik Dian
Irawati ini seorang model sampul sebuah majalah remaja tahun 1995, asal
Semarang.
Jefri Sering Cuek Kalau Lagi Jalan
Ini adalah penuturan Pipik: Aku pertama kali melihatnya sedang makan
nasi goreng di Menteng sekitar tahun 1996 – 1997. Rambutnya gondrong.
Waktu itu, aku bersama Gugun Gondrong. Setahuku, Jeffry adalah pemain
sinetron Kerinduan, karena aku mengikuti ceritanya. Aku ingin berkenalan
dengannya, tapi Gugun melarangku.
Tak tahunya, waktu buka puasa bersama di rumah Pontjo Sutowo, aku
bertemu lagi dengannya. Rambutnya sudah dipotong pendek. Aku nekat
berkenalan. Kami mulai dekat dan saling menelepon. Aku enggak tahu kapan
kami resmi pacaran, karena enggak pernah “jadian”. Dia juga tak pernah
menyatakan cinta. Waktu pacaran, dia cuek setengah mati.
Awalnya, semangatnya boleh juga. Pertama kami pergi bareng, dia datang
ke rumah di Kebon Jeruk, di tengah hujan deras dari rumahnya di Mangga
Dua. Jeffry naik taksi dengan memakai jins dan sepatu bot. Ia yang hanya
bawa uang Rp 50 ribu, mengajakku nonton di Mal Taman Anggrek. Di dalam
bioskop, kami seperti nonton sendiri-sendiri. Dia diam saja selama
nonton.
Sejak itu, kami sering jalan bareng, karena kami memang hobi nonton dan
makan. Semakin dekat dengannya, aku makin tahu ternyata dia pemakai
narkoba kelas berat. Teman-temanku mulai bertanya, mengapa aku mau
berpacaran dengannya. Aku sendiri tak tahu persis alasannya. Mungkin
rasa sayang yang sudah terlanjur muncul dalam hati yang membuatku mau
bertahan. Hatiku terenyuh dan tak mau meninggalkan dia sendiri.
Tentu saja keluargaku tak ada yang tahu, karena sengaja kusembunyikan.
Mungkin mereka baru tahu sekarang, setelah membaca kisah hidupnya di
berbagai media. Sementara itu, aku sibuk tur keluar kota sebagai model,
sehingga kami sering tak ketemu. Akhirnya kami putus. Waktu akhirnya
ketemu lagi, ternyata dia sudah punya pacar lagi. Karena masih sayang,
aku sering membawakannya hadiah dan memberi perhatian. Setelah Jeffry
putus dari pacarnya, kami kembali bersatu.)
Menurut tuturan jefri: Pipik sangat berarti buatku. Dia mengerti, peduli
dan perhatian padaku. Padahal, aku sempat hampir menikah dengan orang
lain. Ternyata Allah sayang padaku. Allah menunjukkan, wanita yang
nyaris kunikahi itu bukan untukku. Pipik bagai bidadari yang datang
dengan cinta yang besar. Ia memberi keyakinan, menikah dengannya akan
membawa perubahan besar dalam hidupku.
Aku mendatangi Umi dan minta izin untuk menikah. Luar biasa, Umi tetap
menerimaku dengan segala kasih sayangnya. Sambil menangis, Umi
mengizinkanku menikah. Aku sendiri terbilang nekat. Sebab, waktu itu aku
tak punya apa-apa. Badan pun kurus kering, dengan mata belok, dan
penyakit paranoid yang kuderita tak kunjung sembuh. Bahkan, pekerjaan
pun aku tak punya.
Untuk menghindari maksiat, kami menikah di bawah tangan pada tahun 1999.
Teman-temanku yang sekarang sudah meninggal karena over dosis, sempat
menghadiri pernikahanku. Setelah itu, kami tinggal di rumah Umi. Sekitar
4 – 5 bulan setelah itu, kami menikah secara resmi di Semarang.
Namun, menikah rupanya tak cukup menghentikan kebandelanku. Istriku pun
merasakan getahnya. Aku pernah memakai narkoba di depannya, dan
menggunakan uangnya untuk membeli barang haram tersebut.
Kesulitan lain, aku dan Pipik sama-sama menganggur. Pernah kami mencoba
berdagang kue. Malam hari kami menggoreng kacang, esok paginya bikin kue
isi kacang dan susu. Lalu kami titipkan ke toko kue.
Tapi mungkin rezeki kami bukan di situ. Kue yang kami buat hanya laku
beberapa buah. Dalam sehari kami hanya membawa pulang Rp 200 – 300.
Akhirnya kami berhenti berjualan kue. Kehidupan kami selanjutnya kami
jalani dengan penuh perjuangan sekaligus kesabaran.
Kesetiaan Pipik begitu luar biasa. Simak penuturannya berikut ini.
(Perasaan sayang yang sangat kuat membuatku mantap menikah dengannya.
Aku tak peduli lagi meski dia pecandu, bahkan pernah mengalami over
dosis dan hampir gila karena paranoidnya. Aku banyak mengalami hal-hal
luar biasa dengannya. Kalau tidak sabar, mungkin aku sudah tidak
bersamanya lagi.
Awal menikah, kami tinggal di rumah Umi. Meski hidup seadanya, beliaulah
yang membiayai hidup kami. Aku dan Jeffry tak jarang makan sepiring
berdua, karena memang benar-benar tak ada yang bisa dimakan. Berat
rasanya jadi istri dari suami penganggur, apalagi setelah menikah aku
tidak lagi bekerja.
Tapi aku yakin, Allah tidak mungkin memberikan cobaan pada umat-Nya
melebihi kemampuannya. Aku yakin, pasti ada sesuatu yang akan diberikan
Allah padaku. Beruntung, Umi sangat sayang padaku.
Aku sendiri tak jera memberi masukan padanya untuk mengubah hidup. Kami
sama-sama saling belajar menerima kelebihan dan kekurangan satu sama
lain. Pelan-pelan, hidupnya mulai berubah menjadi lebih baik, terutama
setelah aku hamil. Mungkin dia sendiri sudah capek dengan kehidupannya
yang seperti itu.)
Pelan-pelan, aku (Jefri) kembali dekat pada agama. Perubahan besar
terjadi dalam hidupku pada tahun 2000. Kala itu, Fathul Hayat, kakak
keduaku yang setengah tahun silam meninggal karena kanker otak,
memintaku menggantikannya memberi khotbah Jumat di Mangga Dua. Pada
waktu bersamaan, dia diminta menjadi imam besar di Singapura.
Fathul memang seorang pendakwah. Selama dia di Singapura, semua jadwal
ceramahnya diberikan padaku. Pertama kali ceramah, aku mendapat honor Rp
35 ribu. Uang dalam amplop itu kuserahkan pada Pipik. Kukatakan
padanya, ini uang halal pertama yang bisa kuberikan padanya. Kami
berpelukan sambil bertangisan.
Selanjutnya, kakakku memintaku untuk mulai menjadi ustaz. Inilah jalan
hidup yang kemudian kupilih. Betapa indah hidup di jalan Allah. Aku
mulai berceramah dan diundang ke acara seminar narkoba di berbagai
tempat. Namun, perjuanganku tak semudah membalik telapak tangan. Tak
semua orang mau mendengarkan ceramahku karena aku mantan pemakai
narkoba. Tapi aku mencoba sabar.
Alhamdulillah, makin lama ceramahku makin bisa diterima banyak orang.
Bahkan sekarang, aku banyak diundang untuk ceramah di mana-mana,
termasuk di luar kota dan stasiun teve. Aku bersyukur bisa diterima
semua kalangan. Aku pun ingin berdakwah untuk siapa saja. Aku ingin
punya majelis taklim yang jemaahnya waria. Mereka, kan, juga punya hak
untuk mendapatkan dakwah.
Kebahagiaan kami bertambah ketika tahun 2000 itu, lahir anak pertama
kami, Adiba Kanza Az-Zahra. Dua tahun kemudian, anak kedua Mohammad
Abidzan Algifari juga hadir di tengah kami. Mereka, juga istriku, adalah
inspirasi dan kekuatan dakwahku. Kehidupan kami makin lengkap rasanya.
Sampai sekarang, aku masih terus berproses berusaha menjadi orang yang
lebih baik. Semoga, kisahku ini bisa jadi bahan pertimbangan yang baik
untuk menjalani hidup. Pesanku, cintailah Tuhan dan orangtuamu, serta
pilihlah teman yang baik.
0 comments:
Post a Comment